Jumat, 31 Desember 2010

Hope, Struggle, Triumph Part 2: True and False

Benar, tahun baru sudah tiba
Benar, semester kedua datang begitu cepat
Benar, kita sudah harus mulai berbenah diri
Benar, kita sudah harus meninggalkan yang tak perlu
Benar, kita harus yakin kita pasti bisa menghadapinya
Salah, kalau kita malah menjadi malas
Salah, kalau kita belum juga memikirkannya
Salah, kalau kita menjadi putus harapan
Salah, kalau kita akan mengecewakan diri sendiri dan orangtua kita
Salah, kalau kita tak mungkin berhasil

“Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat
mengubah dunia.”
– Soekarno

Selasa, 21 Desember 2010

Cabe Kills

Cabe tu udah kayak nyawaku yang keberapaa gitu. Hidup berasa hampa kalo nggak ada cabe tiap kali makan. Jelas aja kalo aku cinta sama masakan padang yang ngejadiin cabe sebagai bahan makanan pokok kesepuluh. Karena cabe-lah, aku makan 3 kali sehari. Walaupun cuma sama tempe, asal ada sambel juga pasti dibabat habis. Kalo lagi sibuk sendiri di kamar, trus mama ngajakin makan, pasti langsung keluar tiap ngedenger kata ‘sambel’. Tapi kalo sambelnya bukan sambel paporitku, sambel bawang, ya biasanya ngacir lagi ke kamar.

Cabe itu khasiatnya amazing gilak (oke, itu udah mulai berlebihan). Katanya cabe mengandung antioksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan radikal bebas, trus mengandung zat anti kanker pula. Apalagi cabe rawit, yang ternyata mengandung vitamin C tinggi dan beta karoten mengalahkan buah-buahan populer seperti mangga, nanas, pepaya, atau semangka. Mineralnya, terutama kalsium dan fosfornya, lebih dahsyat dari ikan segar.

Tapi kok aku rajin banget makan cabe tapi nggak tinggi tinggi yah? Sori, jadi curcol :P

Bagaimana mungkin cabe yang sebegitu luar biasa nikmatnya bisa membunuh?

Oke.

Yang pertama. Cabe itu pedes. Kalo lidah kita udah mulai kebakar, apalagi sampe keringetan nangis kejer ingus meler-meler luar biasa, itu sudah sangat menyiksa. Tapi kenapa, kok ya itu cabe masih teruuusss aja dijejalkan bertubi-tubi ke mulut kita. Emang tubuh udah melakukan aksi protes, tapi otak masih mengizinkan si cabe masuk ke mulut kita.

Yang kedua. Cabe itu harganya sekarang melonjak sangat tinggi. That’s what we call as ‘kills’.

Yang ketiga. Cabe itu meningkatkan nafsu makan seseorang. Karena rajiiinn makan, dia jadi gendut, terus lama-kelamaan kalo dipelihara terus jadi obesitas, dan akhirnya berujung pada kematian. As what i say, it kills.

sebagai bonus: usus buntu menunggu.

Tapi bener, ya, kata Tulis Sutan Sati. Sengsara membawa nikmat. Tapi kalo kenikmatan yang kita terima berlebihan, jadilah nikmat yang membawa sengsara.

P.S. : udah postingan gaje, tata bahasa buruk luar biasa, gaya bahasa pun sungguh mengerikan. Nggak papalah. Sekali-sekali mosting yang beginian. Postingan sampah. Toh masih banyak sampah yang lebih nyampah daripada ini. hahahahahaay

Hope, Struggle, Triumph Part 1: LIFE

Life is an opportunity, benefit from it.
Life is beauty, admire it.
Life is bliss, taste it.
Life is a dream, realize it.
Life is a challenge, meet it.
Life is a duty, complete it.
Life is a game, play it.
Life is a promise, fulfill it.
Life is sorrow, overcome it.
Life is a song, sing it.
Life is a struggle, accept it.
Life is a tragedy, confront it.
Life is an adventure, dare it.
Life is luck, make it.
Life is too precious, do not destroy it.
Life is life, fight for it.
(Mother Teresa)
We must be ready!

Sabtu, 27 November 2010

Mengingat Ibu

Suatu hari...

A: "Wah, hapemu baru yaa?? Hape qwerty lagi! Keren banget!,"

B: "Makasih... kan lagi tren sekarang hape beginian."

A: "Iya ya. Hapeku masih begini-begini aja. Males juga sih mau ganti,"

B: "Mbok ya ganti. Hapemu bentuknya udah kayak gitu. Masa' ganti hape malah males sih?"

A: "Iya, males. Nggak ada uang pula."

B: "Ya minta lah, sama ibumu. Kayak orang miskin aja bilang nggak ada duit."

A: "Bukannya nggak mau juga ganti hape. Ini hape meskipun udah lecet tetep bisa dipake kok. Bukannya takut minta, tapi aku belom bisa ngasih apa-apa buat Ibu."

B: "..."

Hari lainnya...

A: "Kok pada punya gelang kayak gitu sih? aku jadi pengen. Berapa harganya?"

B: "Oh, ini. Di Mall banyak. Rp20.000,00 waktu aku beli."

A: "Ah?! yang bener? masa' gelang beginian doang harganya 20 rebu??"

B: "Eh, ini masih tergolong murah tau, Si C aja belinya 50 rebuan satu,"

A: "Beuh... pingsan aku ngeluarin 50 rebu buat beli begituan. Imitasi palingan juga 5 rebu,"

B: "Tapi kan, kerenan yang asli laah..."

A: "Tapi kalo aku udah make yang imitasi, nggak akan ada bedanya sama punyamu. hahaha..."

B: "Nggak lah, jelas masih kinclongan punyaku. Yang begini jangan disamain sama yang imitasi,"

A: "Nggak jadi beli aah..."

B: "Ya beli yang imitasi aja kalo emang maunya yang itu,"

A: "Nggak jadi. minatku beli itu jadi ilang."

B: "Lah? Kenapa?"

A: "Itu paling cuma kepake berapa minggu, udah dilepas gara-gara udah nggak ngetren. Ibu bakal bilang apa sama aku kalo kayak gitu. Bisa berabe ntar."

B: "..."

Hari-hari berikutnya

A: "Wah, barang-barangmu ngikutin tren semua ya? Dulu BB, gelang antik, sekarang kemana-mana udah pake celana pendek aja mamerin paha mulus. hehehe..."

B: "Enak aja bilang aku mamerin paha mulus! ini tren gaya hidup, tau! biar gaul! daripada kamu, pakean T-Shirt mulu. Bosen tau, orang ngeliat kamu pake baju kayak gitu. Siapa cowok yang mau sama kamu kalo kayak gitu?"

A: "Hehe.. maap..maap. Kalo jodoh mah, udah ada yang ngatur. Aku maunya kan, cowok itu nggak liat fisiknya, tapi inner beauty nya. Emang gaul kudu begitu ya?"

B: "Biarin. Keren tauk!"

A: "Iye maap... nggak usah cemberut gitu dong. Kalo kamu belanja mikir gaul kan? kalo aku nggak."

B: "Iyalah. Penampilan nomer satu! terus mikirin apa dong? budget?"

A: "Nggak. Kalo aku mau beli sesuatu, yang aku pikirin pertama tu, Ibu. Aku nggak tau reaksinya kalau aku beli ini-itu. Takutnya aku yang rugi bandar. Hehehe."

B: "..."

Memberi dan Menerima

*terispirasi dari favourite quotations seorang teman*
Banyak orang bilang, jadilah orang yang lebih banyak memberi daripada menerima (intinya begitu). Tentu saya setuju. Tapi, ah, kalimat sependek itu saja membuat saya ingin berpikir, berpikir dalam konteks yang lebih luas lagi maksudnya.

(menurut saya) Memberi diawali dan diakhiri oleh banyak menerima. Kalau kita ingin mulai berkarya, menciptakan sesuatu, atau membuat gebrakan (coret yang tidak perlu), tentu kita harus siap menerima semua perkataan orang terhadap pandangan kita. Bisa saja caci maki kita simpan lebih banyak daripada pujian. Hal itulah yang (seharusnya) memacu kita untuk memberi lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik. Setelah kita berhasil memberi yang terbaik, kita akan menerima pujian yang lebih banyak daripada cacian. Tapi kita tidak boleh lengah terhadap pujian yang kita terima. Kita harus bisa terus memberi hingga otak kita tak berfungsi lagi.

hitung ada berapa kata 'memberi' jika dibandingkan dengan 'menerima'. dan ya, memberi harus lebih banyak dari menerima :)
9.19.2010 2:17 a.m.

Selasa, 09 November 2010

MAHAL

Pertama kali melihat pameran fotografi, hatiku sudah mulai terobsesi. Ayahku membelikan sebuah kamera digital untuk mendokumentasi kenangan-kenangan keluarga, teman, atau berkenaan dengan momen-momen penting lainnya. Aku mulai rajin untuk mengambil gambar. Apapun itu. rumah, pemandangan, teman-teman, dan banyak hal lainnya. Yah, bisa dibilang, aku telah dikenal sebagai fotografer junior di antara kerabat dekatku. Sayangnya wajahku jarang sekali ada di dalam foto. Kamera itu agak sulit digunakan. Jadi kalau sudah dewasa, aku tak akan tahu seperti apa rupaku pada zaman dahulu.

Umurku 13. Masih punya banyak waktu untuk belajar.

Di akun jejaring sosial milikku, sering kulihat mereka memasang foto-foto yang indah, foto diri yang memegang kamera, bahkan ada yang pernah membajak foto hasil jepretanku. Tak apa, kalau sampai dipamerkan di museum pun, aku yang akan lebih bangga dan lebih bahagia dibandingkan orang yang membajak fotoku. Ah, khayalanku mulai meninggi.

Aku hanya bisa menatap mereka yang memotret diri sendiri dengan kamera professional. Aku suka sekali melihat kamera yang begitu besar itu. Tapi berkali-kali aku menyadarkan diri sendiri, “hey, kamera seperti itu harganya mahal! Kamu mau beli pakai apa?!”

Jumat, 20 Agustus 2010

A untuk Alam

Alam itu luas. Rumah sendiri saja luas, bayangkan kalau alam ini dianugerahkan olehNya hanya untuk kita dan semua makhluk hidup di dunia. Alam kalau diumpamakan sama seperti kita, punya tanggal lahir (meski tidak ada yang tahu pasti kapan. Ialah Yang Maha Tahu), punya bentuk sendiri, punya sejarah sendiri, dan punya perasaan yang berubah-ubah dengan cara penyampaian yang berbeda. Begitulah, harus dipelajari apa isinya, apa yang diinginkan, dan apa saja aturan yang dimilikinya.
Setelah 4 milyar tahun, jadilah alam dengan keadaan yang kian mengenaskan. Apa yang telah kita perbuat? Kita menyiksanya bagai anak haram dalam sinetron. Kita selalu ingat akan uang, bisnis, kekuasaan. Kita tak pernah mengingat apa yang telah disediakan alam untuk kita. Tempat tinggal dengan kondisi alam yang berbeda-beda sesuai keinginan, sumber daya alam yang begitu melimpah, dan perlindungan kuat untuk mencegah setitik benda pun dari luar melukai kita. Tapi lihat perbuatan kita. Kini kita merusak semua yang dimilikinya. Tanah-tanah subur itu, Hutan-hutan hujan dan ikan-ikan itu, lapisan ozon itu. Semua kita jadikan rumah. Kita membeli banyak rumah, kita punya banyak cabang hotel, kita punya segunung mall. Hanya untuk uang yang tidak abadi.
Satu bangunan bisa merusak alam. Butuh lahan dengan menggilas sawah, butuh kayu untuk pondasi dengan menebang hutan, butuh deretan truk untuk membawa bahan-bahan bangunan (dan itu menghasilkan CO2), butuh air untuk para tukang, butuh listrik untuk menyalakan segala keperluan rumah tangga. Kalau tak ada semua itu, tentu tak ada dunia modern. Bukankah itu artinya tanpa alam kita tak bisa apa-apa? Kita hanya bisa meminjam tanpa menggantinya dengan yang lebih baik. Bukankah lama-kelamaan kita hanya menjadi parasit?
Yup, alam telah menunjukkan perasaannya. Zaman sebelum nenek kita lahir, alam selalu menyambut manusia dengan hari yang cerah tiap pagi, sunset yang begitu menawan, dan bintang-bintang bertaburan tiap malam. Tapi lihatlah apa yang terjadi sekarang, pagi-pagi panas menyengat, tidak jelas kapan hujan turun dan kapan terik muncul, bahkan tak terlihat satu bintang mengisi langit malam. Dan pikiran kita masih belum tergugah juga. Yang bisa kita lakukan hanya mengeluh saja.
Alam mulai marah, terbakar akan isi otak kita yang kosong dan hanya berisi uang dan kapan kiamat datang. Tak bisakah kita melakukan hal kecil yang bisa menyelamatkannya perlahan-lahan dari kematian? Jangan hanya bisa bicara saja. Kenapa kita tidak membawa bekal dari rumah? Bisakah menyewa film atau membeli buku tanpa kantong plastik bila hanya berisi satu atau beberapa buku? Kita kan punya tas yang bagus-bagus, kenapa repot-repot memakai plastik yang buruk rupa dan baunya tidak enak? Kalau beli bakso, bawalah rantang atau kotak makan sendiri yang lebih awet. Kan lebih sehat daripada memakai plastik. Karena di makanan panas, racun pada plastik bisa masuk ke makanan.
Tidak perlu merasa susah memperbaiki alam. Mulailah dengan hal kecil, yaitu merubah pandangan kita akan pentingnya alam untuk dijaga. 

NB: idenya rada mentok. bahasanya ancur deh :P

Minggu, 18 Juli 2010

Sambutan


Q : kenapa judulnya sambutan coba? Kayak walikota aja lu.

A: ih, biarin aja napa. Kan biar rada keren gitu. SAMBUTAN. Menyambut tamu-tamu yang rela ke warnet buat baca blog saya doang.

Q : siapa juga yang mau liat beginian? Kayak lu orang terkenal aja

A:ya gue bikin ginian, siapa tau gue bisa terkenal. Berisik lo ah. Mari kita mulai sambutannya saja…

Mungkin posting pertama belum berarti apa-apa. Setelah kemarin membuat karangan tentang kisah hidup, jiwaku mulai memanggilku untuk kembali menulis (beuh, sok keren lu). Ngeliat temen-temen pada punya blog, akhirnya gue mutusin buat bikin. Kayaknya asik gitu. Tapi emang bingung beneran kalo orang baru pertama kali kenal sesuatu. Kayak orang baru pertama kali masuk stasiun. Bingung kudu kemana dan kudu ngapain aja. Jadi ya gitu, bisanya cuma mantengin laptop. Tiap kata yang ada di situ dibaca. Tapi nggak mudeng sama sekali (ya iyalah, lu kan daya mudengnya rendah). Mau buka ini bingung, mau diginiin nggumun (baca=bingung). Akh, bingung pisanlah. Pokoknya mah asal bikin saya teh. (Q: lu orang Jawa apa orang Sunda sih? A: Campuran sebenernya).

Dan inilah, welcome to my blog (siapa juga yang mau baca blog lu. Sudi amat). Isinya belom kepikiran mau diisi apa (nah, kan. Ngapain lu bikin blog kalo bingung buat apa?). seenggaknya biar terkenal dikitlah saya. Jadi kalo nyari saya, cari di google aja (??!). ketik namaku di kolom search, ketemu dah ini blog. Selamat membaca!

(apa juga ya yang mau dibaca? Kan belom ada apa-apa)