Pertama kali melihat pameran fotografi, hatiku sudah mulai terobsesi. Ayahku membelikan sebuah kamera digital untuk mendokumentasi kenangan-kenangan keluarga, teman, atau berkenaan dengan momen-momen penting lainnya. Aku mulai rajin untuk mengambil gambar. Apapun itu. rumah, pemandangan, teman-teman, dan banyak hal lainnya. Yah, bisa dibilang, aku telah dikenal sebagai fotografer junior di antara kerabat dekatku. Sayangnya wajahku jarang sekali ada di dalam foto. Kamera itu agak sulit digunakan. Jadi kalau sudah dewasa, aku tak akan tahu seperti apa rupaku pada zaman dahulu.
Umurku 13. Masih punya banyak waktu untuk belajar.
Di akun jejaring sosial milikku, sering kulihat mereka memasang foto-foto yang indah, foto diri yang memegang kamera, bahkan ada yang pernah membajak foto hasil jepretanku. Tak apa, kalau sampai dipamerkan di museum pun, aku yang akan lebih bangga dan lebih bahagia dibandingkan orang yang membajak fotoku. Ah, khayalanku mulai meninggi.
Aku hanya bisa menatap mereka yang memotret diri sendiri dengan kamera professional. Aku suka sekali melihat kamera yang begitu besar itu. Tapi berkali-kali aku menyadarkan diri sendiri, “hey, kamera seperti itu harganya mahal! Kamu mau beli pakai apa?!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar