Kau, ya, kau. Sekali lagi aku bertanya padamu. Haruskah kalian menjadi sama, untuk bisa satu?
Betulkah kalian tidak dianggap, bila tidak sama dengan yang lain?
Kenapa kalian malah membuat KOMUNITAS menjadi POPULASI?
Menjadi kelompok sendiri, dengan cerita yang sama, yang begitu stagnan dan perlahan berlari menuju kebosanan.
Haruskah kalian melepaskan yang lain? melupakan yang lain?
Hanya demi mendapatkan suasana yang sama?
Yang mungkin di mata kalian cerah, tapi di mataku begitu sempit dan terasingkan.
Ya, kalian sebenarnya diasingkan yang lain, bukannya menjadi mayoritas, yang menguasai yang lainnya.
kalian perlahan ditinggalkan yang lain, karena perlakuan kalian terhadap mereka.
Ditinggalkan bersama seluruh harta kalian yang begitu berharga, yang perlahan pula sirna ditelan waktu
tak berbekas
Bukannya perbedaan, yang membuat kita satu?
Yang membuat hidup kita menjadi lebih kaya, lebih berwarna, dan lebih berarti?
Sehingga perdamaian dunia begitu mudah diwujudkan,
tanpa adanya orang yang memprotes perbedaan agama, ras, suku bangsa, warna kulit, dan perbedaan persepsi maupun perspektif.
Apalagi yang terjadi pada kalian semua.
Kalian menutup mata dan telinga, di dalam mulut besar yang tak berhenti berkoar-koar hingga berbusa.
Kalian menutup diri, mengaku sebagai minoritas yang diasingkan hanya karena perbedaan bahan pembicaraan.
Tidak bisakah kita berbaur? berosmosis bersama yang lainnya?
Saling berbagi, mendengar, tertawa bersama-sama
dalam kisah yang begitu beragam, dan memperkaya wawasan kita? memperkaya hati kita?
Hilangkan perbedaan
Jadi diri sendiri, yang apa adanya
dengan gaya, dan selera kita sendiri
tanpa harus memaksakan diri untuk menjadi sama,
untuk menjadi eksis di antara yang lainnya
Hargai mereka yang berbeda
dengan saling berbagi kebersamaan, dan kekuatan
di dalam ruangan luas berselubung energi ini.
untuk menjadi diri kita yang seutuhnya
UNTUK MENJADI SATU!
“Saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun
Saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa
bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. kita hendak
mendirikan suatu Negara ‘semua buat semua’. Bukan buat satu orang, bukan
buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya,
tetapi ‘semua buat semua’.”
Saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa
bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. kita hendak
mendirikan suatu Negara ‘semua buat semua’. Bukan buat satu orang, bukan
buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya,
tetapi ‘semua buat semua’.”
“Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya.
Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam
buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat
Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia
buat Indonesia, semua buat semua!”
Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam
buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat
Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia
buat Indonesia, semua buat semua!”
“Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan
milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu
golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai
Merauke!”
milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu
golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai
Merauke!”
“Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Jawa, bukan
kebangsaan Sumatra, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali atau
lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar
satu nationale staat”
kebangsaan Sumatra, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali atau
lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar
satu nationale staat”
—Soekarno