Senin, 26 September 2011

Mata

photo by The Whistleblower
Apalah yang bisa dilihat oleh matamu,
disamping terang dan gelap dunia.

Apalah yang tiada bisa tampak di matamu,
selain bising dan sunyi dunia.

Apalah yang bisa diraih matamu,
disamping kejayaan dan kejatuhan dunia.

Apalah yang tiada bisa direngkuh matamu,
selain perdamaian dan kehancuran dunia.

Apalah yang bisa diubah matamu,
disamping kegembiraan dan kejam dunia.

Apalah lagi yang tiada bisa diperbaiki matamu,
selain tawa dan tangis dunia?

: Biarkan matamu itu bicara,
dan ijinkan aku untuk mendengar setiap inci huruf-hurufnya.
Lalu akan kubawa matamu pergi,
untuk melihat
merasa
mendengar
mencecap
meraba
dan mengubah segalanya.

Selasa, 13 September 2011

Setengah Sadar (?)

Caring Hands by Martien Van Asseldonk
Yang sobek, hancur, dan terburai di atas api.
Yang terlanjur bahagia, karena sudah melekat dalam rengkuh ego.
Atau yang melayang-layang, terbang tak tentu, berserah ke mana angin akan membawamu pergi.

Yang terpaku, menjadi patung.
Yang terbakar terlalu panas hingga meleleh di tempat.
Atau yang terpanggil oleh Alam untuk tetap membopong masa depan.

Yang masih lelap bermimpi bersama cintanya.
Yang baru saja tertepuk pundaknya, dan matanya baru membuka. Sedikit, mungkin.
Atau yang sudah berlari duluan, meninggalkan yang lain.

Yang manakah dirimu?

Kita butuh
tanggung jawab, konsekuensi, prioritas, kepastian,
dan konklusi. Kesimpulan.

Dan sekali lagi aku bertanya padamu,
menunjuk di depan keningmu yang panas terbakar
bersamaan dengan tajam kilat pupilmu
dan segenap kekuatan yang bertumpu pada kepalan tanganmu.

YANG MANAKAH DIRIMU?

Tentang Padmanaba 69


Adaptasi itu bukan berarti kita ikut menjadi gelap ketika sekitar kita mulai gelap. Sudah tugas kita untuk menjadi cahaya di situ, yang menerangkan gelap, membagi energi, membawa keceriaan, membakar semangat, dan mengajak untuk bersama-sama berlari menuju harapan, hingga semua mendapatkan percik sinarnya.


KITA PASTI BISA SURVIVE, TEMAN-TEMAN!